GAME PEER

Rabu, 11 April 2012

 ANTARA HAK ANAK DAN KEWAJIBAN IBU

 Anak, sebagai darah daging kedua orang tua, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ibunya. Anak mempunyai hak-hak yang merupakan kewajiban orang tuanya, terutama ibunya, untuk menunaikan hak-hak tersebut. Jadi bukan hanya anak yang mempunyai kewajiban atas orang tua, tetapi orang tua pun mempunyai kewajiban atas anak. Secara ringkas kewajiban orang tua atas anaknya adalah sebagai berikut:

1. Menyusui

Wajib atas seorang ibu menyusui anaknya yang masih kecil, sebagaimana firman Allah yang artinya: Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS AI Baqarah: 233)

Allah berfirman, yang artinya:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. lbunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkanya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (QS Al Ahqaf 15).

Al 'Allamah Siddiq Hasan Khan berkata,
"Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. Maksudnya, adalah jumlah waktu selama itu dihitung dari mulai hamil sampai disapih." 2

2. Mendidiknya

Mendidik anak dengan baik merupakan salah satu sifat seorang ibu muslimah. Dia senantiasa mendidik anak-anaknya dengan akhlak yang baik, yaitu akhlak Muhammad dan para sahabatnya yang mulia. Mendidik anak bukanlah (sekedar) kemurahan hati seorang ibu kepada anak-anaknya, akan tetapi merupakan kewajiban dan fitrah yang diberikan Allah kepada seorang ibu.

Mendidik anak pun tidak terbatas dalam satu perkara saja tanpa perkara lainnya, sepertI (misalnya) mencucikan pakaiannya atau membersihkan badannya saja. Bahkan mendidik anak itu mencakup perkara yang luas, mengingat anak merupakan generasi penerus yang akan menggantikan kita yang diharapkan menjadi generasi tangguh yang akan memenuhi bumi ini dengan kekuatan, hikmah, ilmu, kemuliaan dan kejayaan.

Berikut beberapa perkara yang wajib diperhatikan oleh ibu dalam mendidik anak-anaknya:

2.1 Menanamkan Aqidah Yang Bersih
Menanamkan aqidah yang bersih, yang bersumber dari Kitab dan Sunnah yang shahih.

Allah berfirman yang artinya:
Maka ketahuilah bahwa sesugguhnya tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah. (QS Muhammad: 19)

Rasulullah bersabda, yang artinya:
Dari Abul Abbas Abdullah bln Abbas, dia berkata: Pada suatu hari aku membonceng di belakang Nabi, kemudian beliau berkata, 'Wahai anak, Sesungguhnya aku mengajarimu beberapa kalimat, yaitu: jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau mendapatiNya di hadpanmu. Apablla engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau mohon pertotongan, maka mohonlah pertotongan kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberimu satu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk memberimu satu bahaya, niscaya mereka tidak akan bisa membahayakanmu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena-pena telah diangkat dan tinta telah kering." 3

Dan dalam riwayat lain (Beliau berkata),
"Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatiNya di hadapanmu. Perkenalkanlah dirimu kepada Allah ketika kamu senang, niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan. Ketahuilah, apa apa yang (ditakdirkan) luput darimu, (maka) tidak akan menimpamu. Dan apa-apa yang (ditakdirkan) menimpamu, ia tidak akan luput darimu. Ketahuilah, bahwa pertolongan ada bersama kesabaran, kelapangan ada bersama kesempitan, dan bersama kesusahan ada kemudahan."
4

Seorang anak terlahir di atas fitrah, sebagaimana sabda Rasulullah maka sesuatu yang sedikit saja akan berpengaruh padanya. Dan wanita muslimah adalah orang yang bersegera menanamkan agama yang mudah ini, serta menanamkan kecintaan tehadap agama ini kepada anak-anaknya.
(Salamah Ummu Ismail)
Dikutip dari majalah As-Sunnah 11/VII/2004 hal 57 - 58

Apa yang terjadi esok????

KULTUM 005 - TIDAK SEORANGPUN TAHU APA YANG AKAN TERJADI BESOK

Oleh : Fadhil ZA

 
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Luqman 34)
  Ada 6 pesan singkat yang terkandung dalam surat Luqman ayat 34 ini:

1. Hanya Allahlah yang tahu , kapan terjadinya peristiwa kiamat
2. Allahlah yang mengatur dan mengendalikan turunnya hujan dari langit
3. Hanya Allah yang tahu apa yang ada dalam rahim seorang ibu
4. Tidak seorangpun tahu , apa yang akan terjadi dan dialaminya besok hari
5. Tidak seorangpun tahu kapan dan dimana ia akan wafat.
6. Hanya Allah yang Maha Mengetahui dan mengenal segala sesuatu

Tanggal 26 Desember 2004 pagi sebagian besar penduduk Aceh melaksanakan aktifitas sebagaimana yang mereka lakukan sehari hari. Belanja kepasar, menuju tempat kerja, kesekolah, bermain, kekebun, bersiap melaut, tidak seorangpun yang tahu bahwa hari itu akan terjadi Kiamat kecil yang menyebabkan ratusan ribu nyawa melayang dalam sekejap mata. Pagi itu sebagian besar wilayah Aceh diguncang gempa, penduduk panik, berhamburan lari keluar rumah. Penduduk yang berada ditepi pantai heran melihat air laut tiba tiba menyusut dengan mendadak.
Tidak lama kemudian warga Banda Aceh, Meulaboh dan penduduk ditepi pantai Aceh dikejutkan dengan datangnya gelombang pasang setinggi pohon kelapa. Dengan ganas ombak besar itu menyapu apa saja yang menghadangnya, gelombang pasang terus masuk kedaratan sampai beberapa kilometer. Ratusan ribu nyawa melayang dalam waktu yang singkat. Demikianlah Allah mencontohkan kejadian Kiamat sebagaimana yang sering disebutkan dalam Al-Qur’an. Kejadiannya begitu tiba-tiba, tidak seorangpun pernah menyangka peristiwa itu akan terjadi. Memisahkan ibu dari anak, ayah dengan keluarganya, menghilangkan nyawa ratusan ribu orang dalam sekejap mata. Melenyapkan semua yang ada dimuka bumi, rumah, gedung, pohon, binatang ternak, kendaraan, harta benda, semua musnah tak berbekas.
Kita tidak pernah tahu dengan pasti kapan akan turun hujan, apa yang tersembunyi dirahim seorang ibu, apa yang akan terjadi dan kita alami besok hari, kapan dan dimana kita akan wafat. Kita hanya bisa menduga-duga dan membuat prediksi atau perkiraan. Dugaan dan perkiraan kita kadang benar, kadang meleset. Hanya Allahlah yang tahu segala gala-nya. Tidak tersembunyi bagi Allah sesuatu dilangit dan dibumi, juga yang ada didalam diri kita masing masing. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.
“Laa haulaa walaa kuwwata illa billahi” kita memang tidak punya daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah. Mari kita sadari kelemahan kita, jangan sombong, takabur, bangga dan takjub dengan kemampuan diri. Kita tidak berarti tanpa bimbingan dan pertolongan Allah. Bertaqwa dan tawakkallah pada-Nya. Allah akan membimbing dan menuntun orang yang bertaqwa dan ber-tawakkal padaNya. Sebagaimana firman Allah dalam surat A Thalaq ayat 2-3:
“……. Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.(2) Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(3) ”
(At Thalaq 2-3)
Kita tidak pernah tahu dengan pasti apa yang akan terjadi beberapa jam lagi dihadapan kita, apa yang akan terjadi besok terhadap diri kita . Hanya Allah yang tahu pasti apa yang akan terjadi terhadap diri kita besok, kita hanya bisa berusaha, berharap dan berserah diri pada keputusan-Nya. Allah tidak akan pernah menyia- nyiakan orang yang selalu ingat dan berbakti pada-Nya. Dialah pemimpin dan pelindung orang yang ber-Iman dan bertakwa.

disunting dari : http://www.fadhilza.com/2008/12/tadabbur/kultum-005-tidak-seorangpun-tahu-apa-yang-akan-terjadi-besok.html

Ancaman Kekerasan terhadap Anak

Ancaman Kekerasan Terhadap Anak dan Persangkaan Palsu Salah Satu Pihak Terhadap Pihak Lainnya Sebagai Upaya Menjauhkan Anak Terhadap Salah Satu Pihak


Anak dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam kasus perceraian tidak dapat terjadi karena adanya alasan yang jelas, maka seringkali salah satu pihak menyudutkan pihak lainnya agar dapat bercerai dan mendapatkan hak asuh terhadap anak
Ada beberapa alasan atau alasan-alasan untuk dapat bercerai berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, yakni:
  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
  6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba menelaah ketika salah satu pihak mengancam anak untuk melakukan kekerasan terhadapnya seperti memukulnya jika tidak mengatakan sesuai keinginannya, maka salah satu pihak orang tua itu akan dapat diancam dengan Pasal 80 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa,”Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan, terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).” Terlebih jika orang tua atau salah satu orang tua yang melakukan salah satu dari ayat (1) ini, maka berdasarkan Pasal 80 ayat (4) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa,”Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),...apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
Dengan melakukan ancaman kekerasan terhadap anak agar pihak yang lain tidak dapat bertemu dengan sang anak, terlebih dengan persangkaan palsu oleh salah satu pihak tersebut menggunakan keterangan anak yang telah diancam kekerasan terlebih dahulu, maka Pasal 318 ayat (1) bahwa,”Barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana, diancam karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”Loura Hadjaloka"

disunting dari : http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/248-ancaman-kekerasan-terhadap-anak-dan-persangkaan-palsu-salah-satu-pihak-terhadap-pihak-lainnya-sebagai-upaya-menjauhkan-anak-terhadap-salah-satu-pihak-.html

Senin, 09 April 2012

Bahaya Fitnah

Bahaya Fitnah

Post by Sepintas lalu on Mon Dec 22, 2008 11:48 am
Bahaya Fitnah

(Jumat, 03 September 2004) - Ditulis oleh Alwi Shahab

Berbicara tentang kejelekan orang lain dan mencelanya disebut menggunjing jika benar, dan disebut fitnah jika tidak benar. Tentu saja, tidak ada seorang manusia pun yang bebas dari dosa. Orang bijak mengatakan, manusia itu tidak lepas dari kesalahan dan lupa. Dengan begitu, manusia itu memang tidak sempurna, ia bisa berbuat khilaf.
Manusia pada umumnya hidup di balik tabir, yang oleh Tuhan --dengan kebijakan-Nya-- digunakan untuk menutupi perbuatan-perbuatannya. Kalau saja tabir Ilahi ini diangkat untuk memperlihatkan semua kesalahan dan kekeliruan kita, niscaya semua orang akan lari dengan yang lain dengan rasa jijik dan masyarakat akan runtuh hingga ke dasardasarnya.
Itulah sebabnya mengapa Allah melarang kita membicarakan kejelekan orang lain. Maksudnya agar kita
terlindung dari pembicaraan orang lain mengenai diri kita.

Dengan wujud dan kelemahan manusia seperti itulah, agama kemudian melarang kita untuk saling menggunjing dan, apalagi, menfitnah. Banyak ayat suci Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW yang mencela keras segala bentuk fitnah, yang justru akhir-akhir ini makin merebak di tanah air. Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta.'' (Al-Nahl: 105).

Tidak dapat dimungkiri bahwa dampak dari fitnah bukan saja terhadap mereka yang difitnah, tapi juga terhadap masyarakat luas. Di tanah air kita sendiri seringkali terjadi keributan dan kerusuhan yang disebabkan oleh fitnah dan adu domba. Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah, hingga oleh Islam dikategorikannya sebagai perbuatan lebih kejam dari pembunuhan. Bahkan, Nabi Muhammad SAW lebih mempertegasnya lagi dengan sabdanya, ''Tidak akan masuk surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).'' (HR Abu Dawud dan At-Thurmudzi).
Menurut Islam, perilaku manusia dan tindakannya di dalam kehidupan merupakan salah satu dari fenomena akidahnya.
Untuk itu kita diminta untuk berpegang teguh pada akidah yang telah ditetapkan dan digariskan agama. Para ulama mengatakan, kalau akidah kita baik, maka akan baik dan lurus pula perilaku kita. Dan, apabila akidah kita rusak, akan rusak pula perilaku kita. Oleh karena itu, maka akidah tauhid dan iman adalah penting dan dibutuhkan oleh manusia untuk menyempurnakan pribadinya dan mewujudkan kemanusiaannya.

Adalah ajakan kepada akidah ini merupakan hal pertama yang dilakukan Rasulullah agar ia menjadi batu pertama dalam bangunan umat Islam. Hal ini, karena kekokohan akidah ini di dalam jiwa manusia akan mengangkatnya dari materialisme yang rendah dan mengarahkannya kepada kebaikan, keluruhan, kesucian, dan kemuliaan.
Apabila aqidah ini telah berkuasa, maka ia akan melahirkan keutamaan-keutamaan manusia yang tinggi seperti keberanian, kedermawanan, kebajikan, ketenteraman, dan pengorbanan. Orang yang berpegang pada aqidah tidak akan mau melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada fitnah. Karena dengan aqidahnya itu, ia tidak ingin tergelincir pada jurang kedosaan yang dikutuk agama. Wallahu a'lam.
disunting dari : http://bkh-2008.niceboard.org/t118-bahaya-fitnah

Kamis, 05 April 2012

Bahaya Dosa Kecil

BAHAYA DOSA KECIL



OLEH : Ramli Yusuf
Hadits dari Sahl bin Sa’ad berkata;
Bersabda Rasulullah SAW:
Hati-hatilah terhadap dosa-dosa kecil. Hal itu tidak ubahnya seperti sekelompok orang yang turun ke sebuah lereng gunung. Mereka masing-masing membawa sebatang ranting kayu sehingga dengan ranting-ranting kayu itu bisa mereka masak roti. Dosa-dosa kecil kapan saja di lakukan oleh seseorang ia akan menjadi celaka. (Riwayat Ahmad).

Di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad di atas Rasulullah menjelaskan kepada umatnya untuk berhati terhadap dosa-dosa kecil sebab dosa-dosa kecil bila sering dikerjakan akan menjadi besar juga dan akan mengkibatkan fatal bagi orang yang melakukannya.
Rasulullah mencontohkan dosa kecil itu seperti sekelompok orang yang pergi ke suatu tempat rekriasi dengan tujuan masak dan makan bersama.
Kepada setiap orang dianjurkan membawa hanya sebatang ranting kayu untuk dijadikan kayu bakar. Ternyata setelah dikumpulkan ranting-ranting itu semuanya jadilah satu tumpukan besar sehingga bisa menanak semua makanan yang mereka inginkan.
Target syaithan terkutuk yang paling utama adalah ingin mengeluarkan manusia dari iman dan menjerumuskan kedalam kekafiran. Bila hal ini tidak mampu mereka mengajak manusia untuk melakukan dosa-dosa besar, seperti berzina, membunuh, minum minuman yang memabukkan dan lain-lain.Bila ini tidak mampan syaithan mendorong dan mangajak manusia untuk melakukan dosa-dosa kecil yang tidak terhitung jumlah dan ragamnya.

Sebagai contoh kita sebutkan saja misalnya melihat wanita dengan syahawat, menghabiskan waktu pada pekerjaan yang tidak bermanfaat; duduk berjam-jam di warung kopi, main batu semalam suntuk, melanggar rambu-rambu lalu lintas dan banyak lagi yang lainnya. Syaithan sangat senang bila manusia sibuk dengan dosa-dosa kecil dan selalu mengajaknya dengan caranya sendiri; tidak mengapa ini hanya dosa kecil saja asal tidak dikerjakan dosa besar.

Dosa-dosa kecil bila dikerjakan secara terus menerus maka ia akan menjadi besar dan gemuk. Menyengaja dan membiasakan diri dengan dosa-dosa kecil berarti sama dengan merencanakan untuk memulai berbuat dosa besar. Bukankah suatu dosa besar duduk berjam-jam menontong televisi di warung kopi sehingga menyia-nyiakan urusan rumah tangga. Atau main batu semalam suntuk yang ujung-ujungnya tidak sempat shalat subuh.

Bukankah meningalkan shalat itu suatu dosa besar. Pepatah lama mengatakan: Qalilan-qalilan yakunu jabalan (Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit). Allahu waliyyuttaufiq.

http://www.gemabaiturrahman.com/2011/02/bahaya-dosa-kecil.html

Makna Fitnah dalam Al-Qur'an

Makna Fitnah Dalam Al-qur'an

Bahasa Al-Qur’an memiliki banyak sangat beragam. Terkadang banyak muncul interpretasi yang beragam dari satu istilah dalam bahasa Al-Qur’an, sebagai bukti luasnya ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an itu sendiri. Dan tidak jarang bahwa istilah-istilah dalam Al-Qur’an yang menggunakan bahasa Arab menjadi sulit untuk dipahami oleh pengguna bahasa lain, sehingga muncul berbagai masalah dan kesalahpahaman dalam memaknai dan dalam pemakaiannya. Seperti kerancuan makna yang terjadi pada istilah “FITNAH”, karena bahasa Arab dan bahasa Indonesia sama-sama memiliki istilah tersebut, akan tetapi banyak yang tidak mengetahui kerancuan tersebut dan  mencampurkan makna keduanya. Hal ini juga merupakan alasan pentingnya mempelajari makna fitnah dalam istilah keduanya.

Makna Dasar Fitnah

Dalam Lisan al-Arab, kata fitnah merupakan bentuk masdar dari fatana – yaftinu – fatnan atau fitnatan yang bermakna الابتلاء والامْتِحانُ والاختبار yaitu ujian dan cobaan, yang asal mula katanya dari فتَنْتُ الفضة والذهب yaitu membakar logam emas dan perak untuk membersihkan dan mengetahui kadarnya”.[1]  Dalam kamus Al-Munawwir fitnah adalah bermakna memikat, menggoda, membujuk, menyesatkan, membakar, menghalang-halangi, membelokkan, menyeleweng, menyimpang, dan gila.[2] Bentuk jamak dari kata fitnah adalah al-Fitan.

MAKNA FITNAH DALAM AL-QUR`AN

Dalam al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang mengandung kata fitnah, berikut ini ayat-ayat tersebut beserta pemaknaanya menurut beberapa mufassir.
1)      Azab (QS. az-Zariyat: 14)
(ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَذَا الَّذِي كُنتُم بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ) (الذاريات : 14 )
(Dikatakan kepada mereka): "Rasakanlah azabmu itu. inilah azab yang dulu kamu minta untuk disegerakan."

At-thabari menjelaskan bahwa makna dari fitnatakum adalah azab atas mereka. Hal tersebut dikuatkan dengan melihat makna kata dhomir setelahnya (haza) yang kembali pada kata sebelumnya (fitnatakum), yang maknanya adalah azab.[3] Al-Alusy menerangkan bahwa azab disini adalah sebagai balasan atas kekufuran mereka.[4]
2)     Siksaan (QS. az-Nahl: 110)
ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُواْ مِن بَعْدِ مَا فُتِنُواْ ثُمَّ جَاهَدُواْ وَصَبَرُواْ إِنَّ رَبَّكَ مِن بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, Kemudian mereka berjihad dan sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Makna kata fitnah  disini mencakup beberapa kemungkinan makna, yaitu bahwasanya mereka telah disiksa, ketakutan atas siksaan, dan mereka orang-orang islam yang telah murtad.[5]
3)     Kufur (QS. al-Baqarah: 217)
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ
Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.

Ada dua pendapat tentang makna fitnah dalam ayat ini. Pertama, fitnah disini dimaknai dengan al-kufr (kafir). Pendapat ini dikeluarkan oleh kebanyakan ulama, termasuk diantaranya adalah al-Alusy[6] dan az-Zamakhsyari[7]. Namun pendapat ini dianggap lemah oleh al-Razy. Beliau mengatakan bahwa jika fitnah disini diartikan dengan al-kufr maka akan ada pengulangan, karena lafaz sebelumnya juga sudah menyinggung tentang kafir.[8] Kedua, fitnah diartikan dengan sesuatu yang (dapat) menguji orang muslim dalam keagamaanya (keimanannya). Terkadang berupa meletakkan syubhat dalam hati mereka ataupun dengan kezaliman (penyiksaan) terhadap mereka sebagaimana yang dialami oleh sahabat Bilal.
Al-Qatl dalam ayat ini adalah pembunuhan terhadap Ibnu al-Hadhrami. Maka pantaslah jika dikatakan bahwa fitnah lebih besar dosanya dari membunuh, karena fitnah dapat menimbulkan pembunuhan yang lebih besar di dunia dan (sehingga) berhak (bagi pelakunya) mendapatkan azab (siksaan) yang kekal di akhirat.[9]
4)     Membakar dan siksaan (QS. Al-Buruj: 10)
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
10.  Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan Kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.

Yang dimaksud dengan mendatangkan cobaan ialah, seperti menyiksa, mendatangkan bencana, membunuh dan sebagainya. Sebagian ulama memaknainya dengan membakar dengan api. Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas dan Maqatil: fatanul mukminin (membakar mereka dengan api).[10] Ada juga yang memaknainya dengan siksaan, diantaranya adalah Mujahid.[11]

5)     Cobaan dan ujian, (QS. Al-Ankabut: 2,3)
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ  * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
2.  Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
3.  Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.

6)     Pembunuhan dan kerusakan, (QS. An-Nisa`: 101)
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُواْ لَكُمْ عَدُوّاً مُّبِيناً
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah Mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.

7)     Memalingkan dari jalan lurus, (QS. Al-Isra: 73)
وَإِن كَادُواْ لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذاً لاَّتَّخَذُوكَ خَلِيلاً
73.  Dan Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang Telah kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami;
8)    Tipu daya dan kesesatan, (QS. As-Shaffat: 162)
مَا أَنتُمْ عَلَيْهِ بِفَاتِنِينَ
162.  Sekali-kali tidak dapat menyesatkan (seseorang) terhadap Allah,

9)     Dalih dan penyebab, (QS. Al-An`am: 23)
ثُمَّ لَمْ تَكُن فِتْنَتُهُمْ إِلاَّ أَن قَالُواْ وَاللّهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ
23.  Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: "Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah".

Yang dimaksud dengan fitnah di sini ialah jawaban yang berupa kedustaan.

10) Gila dan kelalaian, (QS. Al-Qolam: 6)
Gila dalam bahasa Indonesia mempunyai arti sakit ingatan, kurang beres ingatannya, sakit jiwa, syarafnya terganggu dan pikirannya tidak normal.[12] Dalam al-Qur’an kata gila secara langsung menggunakan term (مجنون). Adapun secara tidak langsung menggunakan term (مفتون) hanya dapat ditemukan dalam satu ayat al-Qur’an yaitu  QS. al-Qalam [68]: 6
 
disunting dari : http://kikibukhari.blogspot.com/2012/03/makna-fitnah-dalam-al-quran.html

Apa itu Fitnah???

Apa Itu Fitnah???

FITNAH
Pernahkah kita mendengar salah seorang dari kita mengucapkan suatu ungkapan yang berbunyi “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan”. Tentu dalam benak kita yang muncul dalam tafsiran kita adalah menuduh tanpa bukti adalah perbuatan yang lebih kejam dari melakukan pembunuhan. Padahal kalau mau kita telaah lebih lanjut, makna sebenarnya dari ungkapan tersebut –yang diambil dari salah satu firman Allah Ta’ala- bukanlah seperti itu. Nah, untuk lebih lanjut mengetahui beberapa makna kata fitnah tersebut berikut saya tuliskan ulang sebuah artikel tulisan Ustadz Abu Umar Basyier di Majalah Nikah Volume 7 nomor 03 ( 15 Juni-15 Juli 2008 )
Makna satu kata, Fitnah
Seringkali para juru dakwah menyebut-nyebut kata fitnah, dalam berbagai bahasan. Seringkali pula mereka beranggapan bahwa masyarakat Indonesia sudah begitu akrab dengan kata tersebut, sehingga mereka pasti paham. Padahal sesungguhnya tidaklah demikian. Berbagai realitas -termasuk yang saya dengar-, menunjukkan bahwa ada kesalahpahaman besar seputar pemaknaan kata tersebut, di tengah masyarakat kita, saat kata itu disebutkan oleh seorang juru dakwah. Pasalnya, kata tersebut berbeda makna dalam bahasa kita, Indonesia, dibandingkan makna kata itu di dalam bahasa Arab. Sementara kerap disampaikan para juru dakwah adalah makna kata itu dalam bahasa Arab.
Dalam bahasa Indonesia, kata fitnah, seperti disebutkan dalam banyak kamus bahasa Indonesia adalah: menuduh tanpa bukti. Dalam bahasa Arab, kata itu berarti buhtaan. Seperti disebutkan dalam hadits tentnag ghibah, yang kesohor itu.
Sehingga, ketika seorang juru dakwah mengatakan, “seorang pria muslim tidak boleh berduaan dengan seorang wanita muslimah yang bukan muhrimnya, karena dikhawatirkan terjadi fitnah….” kebanyakan masyarakat Indonesia akan memahaminya.’…..khawatir mereka berdua akan difitnah. Yakni, dituduh berbuat mesum dan sejenisnya.’ Padahal yang dimaksud juru dakwah tersebut,’….khawatir akan terjadi bencana. Yakni bencana maksiat, mulai dari yang paling ringan, hingga perzinaan.’
Makna Fitnah dalam Al Qur’an
Dalam Al Qur’an, hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam dan istilah Islam sendiri, fitmah itu memiliki segudang makna. Makna kata itu dalam satu ayat, terkadang sangat berbeda dengan maknanya dalam ayat lain.
a. Fitnah, Bermakna kekafiran
Terkadang makna fitnah adalah kekafiran atau kemusyrikan, seperti dalam friman Allah Ta’ala,
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (Al Baqarah: 217)
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim” (Al Baqarah: 193)
Kata fitnah disini menurut para ulama Ahli tafsir adalah ‘kekafiran’ atau ‘kemusyrikan’. Yakni bahwa mereka itu menyebarkan kekafiran. Sementara sebagian kaum muslimin –karena belum diberitahu oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam-, melakukan kekeliruan dengan memerangi kaum musyrik di bulan suci. Perbuatan mereka itu keliru, dalam arti tidak pantas. Tapi kekafiran kaum musyrik itu lebig besar bahayanya daripada kekeliruan berperang di bulan suci. Itulah makna yang jelas dari ayat tersebut.
Tapi semenjak dahulu, umumnya para juru dakwah di tanah air, saat menyampaikan ayat ini, tidak menjelaskan kata fitnah dalam ayat. Sehingga kebanyakan masyarakat Islam mengidentikkan makna fitnah tersebut. Seperti dalam kosakata bahasa kita, yaitu menuduh tanpa bukti. Akhrinya tersebarlah makna,”fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan”, yakni bahwa menuduh orang tanpa bukti. Lebih besar dosanya daripada membunuh!
Ini jelas salah kaprah. Dan karena kasu-kasus seperti ini, saya sering menyampaikan pesan kepada juru dakwah, agar berhati-hati dalam menyampaikan kata-kata bahasa Arab dalam dakwah, tanpa diterjemahkan. Karena khawatir akan timbul kesalahpahaman atau ketidakmengertian di kalangan para pendengar dakwah, yang umumnya adalah masyarakat awam yang tidak mengerti bahasa Arab.
b. Fitnah, bermakna Musibah/Bencana
“Apbila datang kepada kalian seorang pemuda yang kalian sukai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia dengan putri kalian. Kalau tidak, akan terjadi fitnah (bencana) dan kerusakan yang besar di muka bumi.”
Bila seorang juru dakwah mengatakan, “Nikahkanlah putri Anda dengan pemuda shalih dan berakhlak baik, agar tidak terjadi fitnah.” Artinya tidak terjadi bencana dan kerusakan.
c. Fitnah, bermakna Konflik
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah…” (Ali Imran: 7)
Ada diantara sebagian orang Islam yang mendewakan rasio, di mana mereka gemar mencari penafsiran ayat melalui logika, sehingga melenceng dari tafsir yang sesungguhnya. Tujuan mereka semata-mata menyebar fitnah, yakni mencari konflik dan perselisihan dengan sesama muslim.
d. Fitnah, bermakna Kedustaan (Kericuhan)
Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: “Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah” (Al An’am: 23)
Fitnah yang dimaksud dalam ayat ini adalah ucapan mereka yang berlumur kedustaan, untuk membela diri mereka di hadapan Allah. Padahal Allah mengetahui hakikat mereka, dan apa yang tersembunyi dalam hati mereka.
e. Fitnah, bermakna Kebinasaan
Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah . Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir” (At Taubah: 49)
Yakni bahwa kaum munafik di masa Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam akan membawa kepada kebinasaan semata. Padahal. Sesungguhnya mereka sudah berada dalam kebinasaan itu sendiri. Yakni dalam kemunafikan, yang akan membinasakan diri mereka di akhirat kelak, dalam kerak nerka jahannam.
f. Fitnah, bermakna Korban Kezhaliman
“Lalu mereka berkata: “Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami. janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim” (Ynus: 85)
Yakni doa kaum beriman, agar mereka tidak dijadikan sebagai fitnah, dalam arti sasaran kazhaliman, kesewenang-wenangan orang-orang yang suka berbuat zhalim. Sebagaimana doa yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam,
“Ya Allah, janganlah Engkau beri kekuasaan orang-orang yang tidak takut kepada-Mu dan tidak menyayangi kami, untuk menzhalimi kami, akibat dosa-dosa kami…”
g. Fitnah, bermakna “Gangguan”
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah . Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah besertamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?” (Al Ankabut: 10)
Dalam ayat ini, kata fitnah berarti ganguan. Fitnah mereka, yaitu gangguan atau sikap usil mereka.
h. Fitnah, bermakna Godaan
Ini termasuk makna fitnah yang paling sering digunakan dalam bahasa syariat. Fitnah kaum wanita, yakni godaan mereka. Seperti diperingatkan oleh Nabi shalallahu’alaihi wassalam,
“Peliharalah diri kalian dari bahaya dunia dan wanita. Karena fitrah (bencana) yang pertama kali menimpa Bani Israil adalh wanita.” (HR muslim)
Dalam hadits, Nabi juga menegaskan bahwa godaan (fitnah) terberat bagi kaum lelaki adalah wanita.
Yakni bahwa wanita secara fitrah memang memiliki aurat yang menggoda kaum pria. Oleh sebab itu, Islam memerintahkan kaum wanita muslimah agar mengenakan hijab yang menutupi sekujur auratnya, agar setidaknya dapat meminimalisir aura fitnah atau godaan yang memancar dari dirinya.

disunting dari : http://kaspo.wordpress.com/2008/06/25/apa-itu-fitnah/