ANTARA HAK ANAK DAN KEWAJIBAN IBU
Anak, sebagai darah daging kedua orang tua, merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari ibunya. Anak mempunyai hak-hak yang merupakan
kewajiban orang tuanya, terutama ibunya, untuk menunaikan hak-hak
tersebut. Jadi bukan hanya anak yang mempunyai kewajiban atas orang tua,
tetapi orang tua pun mempunyai kewajiban atas anak. Secara ringkas
kewajiban orang tua atas anaknya adalah sebagai berikut:
1. Menyusui
Wajib atas seorang ibu menyusui anaknya yang masih kecil, sebagaimana firman Allah yang artinya: Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS AI Baqarah: 233)
Allah berfirman, yang artinya:
Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang
tuanya. lbunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkanya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan. (QS Al Ahqaf 15).
Al 'Allamah Siddiq Hasan Khan berkata,
"Mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. Maksudnya, adalah jumlah
waktu selama itu dihitung dari mulai hamil sampai disapih." 2
2. Mendidiknya
Mendidik
anak dengan baik merupakan salah satu sifat seorang ibu muslimah. Dia
senantiasa mendidik anak-anaknya dengan akhlak yang baik, yaitu akhlak
Muhammad dan para sahabatnya yang mulia. Mendidik anak bukanlah
(sekedar) kemurahan hati seorang ibu kepada anak-anaknya, akan tetapi
merupakan kewajiban dan fitrah yang diberikan Allah kepada seorang ibu.
Mendidik
anak pun tidak terbatas dalam satu perkara saja tanpa perkara lainnya,
sepertI (misalnya) mencucikan pakaiannya atau membersihkan badannya
saja. Bahkan mendidik anak itu mencakup perkara yang luas, mengingat
anak merupakan generasi penerus yang akan menggantikan kita yang
diharapkan menjadi generasi tangguh yang akan memenuhi bumi ini dengan
kekuatan, hikmah, ilmu, kemuliaan dan kejayaan.
Berikut beberapa perkara yang wajib diperhatikan oleh ibu dalam mendidik anak-anaknya:
2.1 Menanamkan Aqidah Yang Bersih
Menanamkan aqidah yang bersih, yang bersumber dari Kitab dan Sunnah yang shahih.
Allah berfirman yang artinya:
Maka ketahuilah bahwa sesugguhnya tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah. (QS Muhammad: 19)
Rasulullah bersabda, yang artinya:
Dari
Abul Abbas Abdullah bln Abbas, dia berkata: Pada suatu hari aku
membonceng di belakang Nabi, kemudian beliau berkata, 'Wahai anak,
Sesungguhnya aku mengajarimu beberapa kalimat, yaitu: jagalah Allah,
niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau mendapatiNya
di hadpanmu. Apablla engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan
apabila engkau mohon pertotongan, maka mohonlah pertotongan kepada
Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberimu
satu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat, kecuali
dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan jika mereka
berkumpul untuk memberimu satu bahaya, niscaya mereka tidak akan bisa
membahayakanmu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu.
Pena-pena telah diangkat dan tinta telah kering." 3
Dan dalam riwayat lain (Beliau berkata),
"Jagalah
Allah, niscaya engkau akan mendapatiNya di hadapanmu. Perkenalkanlah
dirimu kepada Allah ketika kamu senang, niscaya Dia akan mengenalimu
saat kesulitan. Ketahuilah, apa apa yang (ditakdirkan) luput darimu,
(maka) tidak akan menimpamu. Dan apa-apa yang (ditakdirkan) menimpamu,
ia tidak akan luput darimu. Ketahuilah, bahwa pertolongan ada bersama
kesabaran, kelapangan ada bersama kesempitan, dan bersama kesusahan ada
kemudahan." 4
Seorang
anak terlahir di atas fitrah, sebagaimana sabda Rasulullah maka sesuatu
yang sedikit saja akan berpengaruh padanya. Dan wanita muslimah adalah
orang yang bersegera menanamkan agama yang mudah ini, serta menanamkan
kecintaan tehadap agama ini kepada anak-anaknya.(Salamah Ummu Ismail)
Dikutip dari majalah As-Sunnah 11/VII/2004 hal 57 - 58
Rabu, 11 April 2012
Apa yang terjadi esok????
KULTUM 005 - TIDAK SEORANGPUN TAHU APA YANG AKAN TERJADI BESOK
December 26th, 2008
Oleh : Fadhil ZA

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Luqman 34)
1. Hanya Allahlah yang tahu , kapan terjadinya peristiwa kiamat
2. Allahlah yang mengatur dan mengendalikan turunnya hujan dari langit
3. Hanya Allah yang tahu apa yang ada dalam rahim seorang ibu
4. Tidak seorangpun tahu , apa yang akan terjadi dan dialaminya besok hari
5. Tidak seorangpun tahu kapan dan dimana ia akan wafat.
6. Hanya Allah yang Maha Mengetahui dan mengenal segala sesuatu

disunting dari : http://www.fadhilza.com/2008/12/tadabbur/kultum-005-tidak-seorangpun-tahu-apa-yang-akan-terjadi-besok.html
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Luqman 34)
Ada 6 pesan singkat yang terkandung dalam surat Luqman ayat 34 ini:
1. Hanya Allahlah yang tahu , kapan terjadinya peristiwa kiamat
2. Allahlah yang mengatur dan mengendalikan turunnya hujan dari langit
3. Hanya Allah yang tahu apa yang ada dalam rahim seorang ibu
4. Tidak seorangpun tahu , apa yang akan terjadi dan dialaminya besok hari
5. Tidak seorangpun tahu kapan dan dimana ia akan wafat.
6. Hanya Allah yang Maha Mengetahui dan mengenal segala sesuatu
Tanggal
26 Desember 2004 pagi sebagian besar penduduk Aceh melaksanakan
aktifitas sebagaimana yang mereka lakukan sehari hari. Belanja kepasar,
menuju tempat kerja, kesekolah, bermain, kekebun, bersiap melaut, tidak
seorangpun yang tahu bahwa hari itu akan terjadi Kiamat kecil yang
menyebabkan ratusan ribu nyawa melayang dalam sekejap mata. Pagi itu
sebagian besar wilayah Aceh diguncang gempa, penduduk panik, berhamburan
lari keluar rumah. Penduduk yang berada ditepi pantai heran melihat
air laut tiba tiba menyusut dengan mendadak.
Tidak
lama kemudian warga Banda Aceh, Meulaboh dan penduduk ditepi pantai
Aceh dikejutkan dengan datangnya gelombang pasang setinggi pohon kelapa.
Dengan ganas ombak besar itu menyapu apa saja yang menghadangnya,
gelombang pasang terus masuk kedaratan sampai beberapa kilometer.
Ratusan ribu nyawa melayang dalam waktu yang singkat. Demikianlah Allah
mencontohkan kejadian Kiamat sebagaimana yang sering disebutkan dalam
Al-Qur’an. Kejadiannya begitu tiba-tiba, tidak seorangpun pernah
menyangka peristiwa itu akan terjadi. Memisahkan ibu dari anak, ayah
dengan keluarganya, menghilangkan nyawa ratusan ribu orang dalam sekejap
mata. Melenyapkan semua yang ada dimuka bumi, rumah, gedung, pohon,
binatang ternak, kendaraan, harta benda, semua musnah tak berbekas.
Kita
tidak pernah tahu dengan pasti kapan akan turun hujan, apa yang
tersembunyi dirahim seorang ibu, apa yang akan terjadi dan kita alami
besok hari, kapan dan dimana kita akan wafat. Kita hanya bisa
menduga-duga dan membuat prediksi atau perkiraan. Dugaan dan perkiraan
kita kadang benar, kadang meleset. Hanya Allahlah yang tahu segala
gala-nya. Tidak tersembunyi bagi Allah sesuatu dilangit dan dibumi, juga
yang ada didalam diri kita masing masing. Pengetahuan-Nya meliputi
segala sesuatu.
“Laa haulaa walaa kuwwata illa billahi”
kita memang tidak punya daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan
Allah. Mari kita sadari kelemahan kita, jangan sombong, takabur, bangga
dan takjub dengan kemampuan diri. Kita tidak berarti tanpa bimbingan dan
pertolongan Allah. Bertaqwa dan tawakkallah pada-Nya. Allah akan
membimbing dan menuntun orang yang bertaqwa dan ber-tawakkal padaNya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat A Thalaq ayat 2-3:
“…….
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar.(2) Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(3) ”
(At Thalaq 2-3)
Kita tidak pernah
tahu dengan pasti apa yang akan terjadi beberapa jam lagi dihadapan
kita, apa yang akan terjadi besok terhadap diri kita . Hanya Allah yang
tahu pasti apa yang akan terjadi terhadap diri kita besok, kita hanya
bisa berusaha, berharap dan berserah diri pada keputusan-Nya. Allah
tidak akan pernah menyia- nyiakan orang yang selalu ingat dan berbakti
pada-Nya. Dialah pemimpin dan pelindung orang yang ber-Iman dan
bertakwa.disunting dari : http://www.fadhilza.com/2008/12/tadabbur/kultum-005-tidak-seorangpun-tahu-apa-yang-akan-terjadi-besok.html
Ancaman Kekerasan terhadap Anak
Ancaman Kekerasan Terhadap Anak dan Persangkaan Palsu Salah Satu Pihak Terhadap Pihak Lainnya Sebagai Upaya Menjauhkan Anak Terhadap Salah Satu Pihak
Anak dalam Pasal 1 ayat (1) UU No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, didefinisikan sebagai
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan. Dalam kasus perceraian tidak dapat terjadi
karena adanya alasan yang jelas, maka seringkali salah satu pihak
menyudutkan pihak lainnya agar dapat bercerai dan mendapatkan hak asuh
terhadap anak
Ada beberapa alasan atau alasan-alasan untuk dapat bercerai berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, yakni:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
- Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba
menelaah ketika salah satu pihak mengancam anak untuk melakukan
kekerasan terhadapnya seperti memukulnya jika tidak mengatakan sesuai
keinginannya, maka salah satu pihak orang tua itu akan dapat diancam
dengan Pasal 80 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak bahwa,”Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan,
atau penganiayaan, terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun 6(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.
72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).” Terlebih jika orang
tua atau salah satu orang tua yang melakukan salah satu dari ayat (1)
ini, maka berdasarkan Pasal 80 ayat (4) Undang-undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak bahwa,”Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),...apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.”
Dengan melakukan ancaman kekerasan
terhadap anak agar pihak yang lain tidak dapat bertemu dengan sang anak,
terlebih dengan persangkaan palsu oleh salah satu pihak tersebut
menggunakan keterangan anak yang telah diancam kekerasan terlebih
dahulu, maka Pasal 318 ayat (1) bahwa,”Barang siapa dengan
sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap
seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana, diancam karena
menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.”Loura Hadjaloka"disunting dari : http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/248-ancaman-kekerasan-terhadap-anak-dan-persangkaan-palsu-salah-satu-pihak-terhadap-pihak-lainnya-sebagai-upaya-menjauhkan-anak-terhadap-salah-satu-pihak-.html
Senin, 09 April 2012
Bahaya Fitnah
Bahaya Fitnah
Bahaya Fitnah
(Jumat, 03 September 2004) - Ditulis oleh Alwi Shahab
Berbicara tentang kejelekan orang lain dan mencelanya disebut menggunjing jika benar, dan disebut fitnah jika tidak benar. Tentu saja, tidak ada seorang manusia pun yang bebas dari dosa. Orang bijak mengatakan, manusia itu tidak lepas dari kesalahan dan lupa. Dengan begitu, manusia itu memang tidak sempurna, ia bisa berbuat khilaf.
Manusia pada umumnya hidup di balik tabir, yang oleh Tuhan --dengan kebijakan-Nya-- digunakan untuk menutupi perbuatan-perbuatannya. Kalau saja tabir Ilahi ini diangkat untuk memperlihatkan semua kesalahan dan kekeliruan kita, niscaya semua orang akan lari dengan yang lain dengan rasa jijik dan masyarakat akan runtuh hingga ke dasardasarnya.
Itulah sebabnya mengapa Allah melarang kita membicarakan kejelekan orang lain. Maksudnya agar kita
terlindung dari pembicaraan orang lain mengenai diri kita.
Dengan wujud dan kelemahan manusia seperti itulah, agama kemudian melarang kita untuk saling menggunjing dan, apalagi, menfitnah. Banyak ayat suci Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW yang mencela keras segala bentuk fitnah, yang justru akhir-akhir ini makin merebak di tanah air. Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta.'' (Al-Nahl: 105).
Tidak dapat dimungkiri bahwa dampak dari fitnah bukan saja terhadap mereka yang difitnah, tapi juga terhadap masyarakat luas. Di tanah air kita sendiri seringkali terjadi keributan dan kerusuhan yang disebabkan oleh fitnah dan adu domba. Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah, hingga oleh Islam dikategorikannya sebagai perbuatan lebih kejam dari pembunuhan. Bahkan, Nabi Muhammad SAW lebih mempertegasnya lagi dengan sabdanya, ''Tidak akan masuk surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).'' (HR Abu Dawud dan At-Thurmudzi).
Menurut Islam, perilaku manusia dan tindakannya di dalam kehidupan merupakan salah satu dari fenomena akidahnya.
Untuk itu kita diminta untuk berpegang teguh pada akidah yang telah ditetapkan dan digariskan agama. Para ulama mengatakan, kalau akidah kita baik, maka akan baik dan lurus pula perilaku kita. Dan, apabila akidah kita rusak, akan rusak pula perilaku kita. Oleh karena itu, maka akidah tauhid dan iman adalah penting dan dibutuhkan oleh manusia untuk menyempurnakan pribadinya dan mewujudkan kemanusiaannya.
Adalah ajakan kepada akidah ini merupakan hal pertama yang dilakukan Rasulullah agar ia menjadi batu pertama dalam bangunan umat Islam. Hal ini, karena kekokohan akidah ini di dalam jiwa manusia akan mengangkatnya dari materialisme yang rendah dan mengarahkannya kepada kebaikan, keluruhan, kesucian, dan kemuliaan.
Apabila aqidah ini telah berkuasa, maka ia akan melahirkan keutamaan-keutamaan manusia yang tinggi seperti keberanian, kedermawanan, kebajikan, ketenteraman, dan pengorbanan. Orang yang berpegang pada aqidah tidak akan mau melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada fitnah. Karena dengan aqidahnya itu, ia tidak ingin tergelincir pada jurang kedosaan yang dikutuk agama. Wallahu a'lam.
(Jumat, 03 September 2004) - Ditulis oleh Alwi Shahab
Berbicara tentang kejelekan orang lain dan mencelanya disebut menggunjing jika benar, dan disebut fitnah jika tidak benar. Tentu saja, tidak ada seorang manusia pun yang bebas dari dosa. Orang bijak mengatakan, manusia itu tidak lepas dari kesalahan dan lupa. Dengan begitu, manusia itu memang tidak sempurna, ia bisa berbuat khilaf.
Manusia pada umumnya hidup di balik tabir, yang oleh Tuhan --dengan kebijakan-Nya-- digunakan untuk menutupi perbuatan-perbuatannya. Kalau saja tabir Ilahi ini diangkat untuk memperlihatkan semua kesalahan dan kekeliruan kita, niscaya semua orang akan lari dengan yang lain dengan rasa jijik dan masyarakat akan runtuh hingga ke dasardasarnya.
Itulah sebabnya mengapa Allah melarang kita membicarakan kejelekan orang lain. Maksudnya agar kita
terlindung dari pembicaraan orang lain mengenai diri kita.
Dengan wujud dan kelemahan manusia seperti itulah, agama kemudian melarang kita untuk saling menggunjing dan, apalagi, menfitnah. Banyak ayat suci Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW yang mencela keras segala bentuk fitnah, yang justru akhir-akhir ini makin merebak di tanah air. Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta.'' (Al-Nahl: 105).
Tidak dapat dimungkiri bahwa dampak dari fitnah bukan saja terhadap mereka yang difitnah, tapi juga terhadap masyarakat luas. Di tanah air kita sendiri seringkali terjadi keributan dan kerusuhan yang disebabkan oleh fitnah dan adu domba. Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah, hingga oleh Islam dikategorikannya sebagai perbuatan lebih kejam dari pembunuhan. Bahkan, Nabi Muhammad SAW lebih mempertegasnya lagi dengan sabdanya, ''Tidak akan masuk surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).'' (HR Abu Dawud dan At-Thurmudzi).
Menurut Islam, perilaku manusia dan tindakannya di dalam kehidupan merupakan salah satu dari fenomena akidahnya.
Untuk itu kita diminta untuk berpegang teguh pada akidah yang telah ditetapkan dan digariskan agama. Para ulama mengatakan, kalau akidah kita baik, maka akan baik dan lurus pula perilaku kita. Dan, apabila akidah kita rusak, akan rusak pula perilaku kita. Oleh karena itu, maka akidah tauhid dan iman adalah penting dan dibutuhkan oleh manusia untuk menyempurnakan pribadinya dan mewujudkan kemanusiaannya.
Adalah ajakan kepada akidah ini merupakan hal pertama yang dilakukan Rasulullah agar ia menjadi batu pertama dalam bangunan umat Islam. Hal ini, karena kekokohan akidah ini di dalam jiwa manusia akan mengangkatnya dari materialisme yang rendah dan mengarahkannya kepada kebaikan, keluruhan, kesucian, dan kemuliaan.
Apabila aqidah ini telah berkuasa, maka ia akan melahirkan keutamaan-keutamaan manusia yang tinggi seperti keberanian, kedermawanan, kebajikan, ketenteraman, dan pengorbanan. Orang yang berpegang pada aqidah tidak akan mau melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada fitnah. Karena dengan aqidahnya itu, ia tidak ingin tergelincir pada jurang kedosaan yang dikutuk agama. Wallahu a'lam.
disunting dari : http://bkh-2008.niceboard.org/t118-bahaya-fitnah
Kamis, 05 April 2012
Bahaya Dosa Kecil
BAHAYA DOSA KECIL

Hadits dari Sahl bin Sa’ad berkata;
Bersabda Rasulullah SAW:Hati-hatilah terhadap dosa-dosa kecil. Hal itu tidak ubahnya seperti sekelompok orang yang turun ke sebuah lereng gunung. Mereka masing-masing membawa sebatang ranting kayu sehingga dengan ranting-ranting kayu itu bisa mereka masak roti. Dosa-dosa kecil kapan saja di lakukan oleh seseorang ia akan menjadi celaka. (Riwayat Ahmad).
Di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad di atas Rasulullah menjelaskan kepada umatnya untuk berhati terhadap dosa-dosa kecil sebab dosa-dosa kecil bila sering dikerjakan akan menjadi besar juga dan akan mengkibatkan fatal bagi orang yang melakukannya.
Rasulullah mencontohkan dosa kecil itu seperti sekelompok orang yang pergi ke suatu tempat rekriasi dengan tujuan masak dan makan bersama.
Kepada
setiap orang dianjurkan membawa hanya sebatang ranting kayu untuk
dijadikan kayu bakar. Ternyata setelah dikumpulkan ranting-ranting itu
semuanya jadilah satu tumpukan besar sehingga bisa menanak semua makanan
yang mereka inginkan.
Target
syaithan terkutuk yang paling utama adalah ingin mengeluarkan manusia
dari iman dan menjerumuskan kedalam kekafiran. Bila hal ini tidak mampu
mereka mengajak manusia untuk melakukan dosa-dosa besar, seperti
berzina, membunuh, minum minuman yang memabukkan dan lain-lain.Bila ini
tidak mampan syaithan mendorong dan mangajak manusia untuk melakukan dosa-dosa kecil yang tidak terhitung jumlah dan ragamnya.Sebagai contoh kita sebutkan saja misalnya melihat wanita dengan syahawat, menghabiskan waktu pada pekerjaan yang tidak bermanfaat; duduk berjam-jam di warung kopi, main batu semalam suntuk, melanggar rambu-rambu lalu lintas dan banyak lagi yang lainnya. Syaithan sangat senang bila manusia sibuk dengan dosa-dosa kecil dan selalu mengajaknya dengan caranya sendiri; tidak mengapa ini hanya dosa kecil saja asal tidak dikerjakan dosa besar.
Dosa-dosa kecil bila dikerjakan secara terus menerus maka ia akan menjadi besar dan gemuk. Menyengaja dan membiasakan diri dengan dosa-dosa kecil berarti sama dengan merencanakan untuk memulai berbuat dosa besar. Bukankah suatu dosa besar duduk berjam-jam menontong televisi di warung kopi sehingga menyia-nyiakan urusan rumah tangga. Atau main batu semalam suntuk yang ujung-ujungnya tidak sempat shalat subuh.
Bukankah meningalkan shalat itu suatu dosa besar. Pepatah lama mengatakan: Qalilan-qalilan yakunu jabalan (Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit). Allahu waliyyuttaufiq.
http://www.gemabaiturrahman.com/2011/02/bahaya-dosa-kecil.html
Makna Fitnah dalam Al-Qur'an
Makna Fitnah Dalam Al-qur'an
Bahasa
Al-Qur’an memiliki banyak sangat beragam. Terkadang banyak muncul
interpretasi yang beragam dari satu istilah dalam bahasa Al-Qur’an,
sebagai bukti luasnya ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an itu sendiri.
Dan tidak jarang bahwa istilah-istilah dalam Al-Qur’an yang menggunakan
bahasa Arab menjadi sulit untuk dipahami oleh pengguna bahasa lain,
sehingga muncul berbagai masalah dan kesalahpahaman dalam memaknai dan
dalam pemakaiannya. Seperti kerancuan makna yang terjadi pada istilah
“FITNAH”, karena bahasa Arab dan bahasa Indonesia sama-sama memiliki
istilah tersebut, akan tetapi banyak yang tidak mengetahui kerancuan
tersebut dan mencampurkan makna keduanya. Hal ini juga merupakan alasan pentingnya mempelajari makna fitnah dalam istilah keduanya.
Makna Dasar Fitnah
Dalam Lisan al-Arab, kata fitnah merupakan bentuk masdar dari fatana – yaftinu – fatnan atau fitnatan yang bermakna الابتلاء والامْتِحانُ والاختبار yaitu ujian dan cobaan, yang asal mula katanya dari فتَنْتُ الفضة والذهب yaitu membakar logam emas dan perak untuk membersihkan dan mengetahui kadarnya”.[1] Dalam kamus Al-Munawwir
fitnah adalah bermakna memikat, menggoda, membujuk, menyesatkan,
membakar, menghalang-halangi, membelokkan, menyeleweng, menyimpang, dan
gila.[2] Bentuk jamak dari kata fitnah adalah al-Fitan.
MAKNA FITNAH DALAM AL-QUR`AN
Dalam al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang mengandung kata fitnah, berikut ini ayat-ayat tersebut beserta pemaknaanya menurut beberapa mufassir.
1) Azab (QS. az-Zariyat: 14)
(ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَذَا الَّذِي كُنتُم بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ) (الذاريات : 14 )
(Dikatakan kepada mereka): "Rasakanlah azabmu itu. inilah azab yang dulu kamu minta untuk disegerakan."
At-thabari menjelaskan bahwa makna dari fitnatakum adalah azab atas mereka. Hal tersebut dikuatkan dengan melihat makna kata dhomir setelahnya (haza) yang kembali pada kata sebelumnya (fitnatakum), yang maknanya adalah azab.[3] Al-Alusy menerangkan bahwa azab disini adalah sebagai balasan atas kekufuran mereka.[4]
2) Siksaan (QS. az-Nahl: 110)
ثُمَّ
إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُواْ مِن بَعْدِ مَا فُتِنُواْ ثُمَّ
جَاهَدُواْ وَصَبَرُواْ إِنَّ رَبَّكَ مِن بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan
Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah
sesudah menderita cobaan, Kemudian mereka berjihad dan sabar;
Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Makna kata fitnah disini mencakup beberapa kemungkinan makna, yaitu bahwasanya mereka telah disiksa, ketakutan atas siksaan, dan mereka orang-orang islam yang telah murtad.[5]
3) Kufur (QS. al-Baqarah: 217)
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ
Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.
Ada dua pendapat tentang makna fitnah dalam ayat ini. Pertama, fitnah disini dimaknai dengan al-kufr (kafir). Pendapat ini dikeluarkan oleh kebanyakan ulama, termasuk diantaranya adalah al-Alusy[6] dan az-Zamakhsyari[7]. Namun pendapat ini dianggap lemah oleh al-Razy. Beliau mengatakan bahwa jika fitnah disini diartikan dengan al-kufr maka akan ada pengulangan, karena lafaz sebelumnya juga sudah menyinggung tentang kafir.[8]
Kedua, fitnah diartikan dengan sesuatu yang (dapat) menguji orang
muslim dalam keagamaanya (keimanannya). Terkadang berupa meletakkan syubhat dalam hati mereka ataupun dengan kezaliman (penyiksaan) terhadap mereka sebagaimana yang dialami oleh sahabat Bilal.
Al-Qatl
dalam ayat ini adalah pembunuhan terhadap Ibnu al-Hadhrami. Maka
pantaslah jika dikatakan bahwa fitnah lebih besar dosanya dari membunuh,
karena fitnah dapat menimbulkan pembunuhan yang lebih besar di dunia
dan (sehingga) berhak (bagi pelakunya) mendapatkan azab (siksaan) yang
kekal di akhirat.[9]
4) Membakar dan siksaan (QS. Al-Buruj: 10)
إِنَّ
الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا
فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
10. Sesungguhnya
orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin
laki-laki dan perempuan Kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi
mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.
Yang
dimaksud dengan mendatangkan cobaan ialah, seperti menyiksa,
mendatangkan bencana, membunuh dan sebagainya. Sebagian ulama
memaknainya dengan membakar dengan api. Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas dan Maqatil: fatanul mukminin (membakar mereka dengan api).[10] Ada juga yang memaknainya dengan siksaan, diantaranya adalah Mujahid.[11]
5) Cobaan dan ujian, (QS. Al-Ankabut: 2,3)
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
3. Dan
Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya
dia mengetahui orang-orang yang dusta.
6) Pembunuhan dan kerusakan, (QS. An-Nisa`: 101)
وَإِذَا
ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ
مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِنَّ
الْكَافِرِينَ كَانُواْ لَكُمْ عَدُوّاً مُّبِيناً
Dan
apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah Mengapa kamu
men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
7) Memalingkan dari jalan lurus, (QS. Al-Isra: 73)
وَإِن كَادُواْ لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذاً لاَّتَّخَذُوكَ خَلِيلاً
73. Dan
Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang Telah kami
wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap
Kami;
8) Tipu daya dan kesesatan, (QS. As-Shaffat: 162)
مَا أَنتُمْ عَلَيْهِ بِفَاتِنِينَ
162. Sekali-kali tidak dapat menyesatkan (seseorang) terhadap Allah,
9) Dalih dan penyebab, (QS. Al-An`am: 23)
ثُمَّ لَمْ تَكُن فِتْنَتُهُمْ إِلاَّ أَن قَالُواْ وَاللّهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ
23. Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: "Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah".
Yang dimaksud dengan fitnah di sini ialah jawaban yang berupa kedustaan.
10) Gila dan kelalaian, (QS. Al-Qolam: 6)
Gila
dalam bahasa Indonesia mempunyai arti sakit ingatan, kurang beres
ingatannya, sakit jiwa, syarafnya terganggu dan pikirannya tidak normal.[12] Dalam al-Qur’an kata gila secara langsung menggunakan term (مجنون). Adapun secara tidak langsung menggunakan term (مفتون) hanya dapat ditemukan dalam satu ayat al-Qur’an yaitu QS. al-Qalam [68]: 6
disunting dari : http://kikibukhari.blogspot.com/2012/03/makna-fitnah-dalam-al-quran.html
Apa itu Fitnah???
Apa Itu Fitnah???
FITNAH
Pernahkah kita mendengar salah seorang dari kita mengucapkan suatu ungkapan yang berbunyi “Fitnah
lebih kejam dari pembunuhan”. Tentu dalam benak kita yang muncul dalam
tafsiran kita adalah menuduh tanpa bukti adalah perbuatan
yang lebih kejam dari melakukan pembunuhan. Padahal kalau mau kita
telaah lebih lanjut, makna sebenarnya dari ungkapan tersebut –yang
diambil dari salah satu firman Allah Ta’ala- bukanlah seperti itu. Nah,
untuk lebih lanjut mengetahui beberapa makna kata fitnah tersebut
berikut saya tuliskan ulang sebuah artikel tulisan Ustadz Abu Umar
Basyier di Majalah Nikah Volume 7 nomor 03 ( 15 Juni-15 Juli 2008 )
Makna satu kata, Fitnah
Seringkali para
juru dakwah menyebut-nyebut kata fitnah, dalam berbagai bahasan.
Seringkali pula mereka beranggapan bahwa masyarakat Indonesia sudah
begitu akrab dengan kata tersebut, sehingga mereka pasti paham. Padahal
sesungguhnya tidaklah demikian. Berbagai realitas -termasuk yang saya
dengar-, menunjukkan bahwa ada kesalahpahaman besar seputar pemaknaan
kata tersebut, di tengah masyarakat kita, saat kata itu disebutkan oleh
seorang juru dakwah. Pasalnya, kata tersebut berbeda makna dalam bahasa
kita, Indonesia, dibandingkan makna kata itu di dalam bahasa Arab.
Sementara kerap disampaikan para juru dakwah adalah makna kata itu dalam
bahasa Arab.
Dalam bahasa
Indonesia, kata fitnah, seperti disebutkan dalam banyak kamus bahasa
Indonesia adalah: menuduh tanpa bukti. Dalam bahasa Arab, kata itu
berarti buhtaan. Seperti disebutkan dalam hadits tentnag ghibah, yang kesohor itu.
Sehingga, ketika
seorang juru dakwah mengatakan, “seorang pria muslim tidak boleh
berduaan dengan seorang wanita muslimah yang bukan muhrimnya, karena
dikhawatirkan terjadi fitnah….” kebanyakan masyarakat Indonesia akan
memahaminya.’…..khawatir mereka berdua akan difitnah. Yakni, dituduh
berbuat mesum dan sejenisnya.’ Padahal yang dimaksud juru dakwah
tersebut,’….khawatir akan terjadi bencana. Yakni bencana maksiat, mulai
dari yang paling ringan, hingga perzinaan.’
Makna Fitnah dalam Al Qur’an
Dalam Al Qur’an,
hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam dan istilah Islam
sendiri, fitmah itu memiliki segudang makna. Makna kata itu dalam satu
ayat, terkadang sangat berbeda dengan maknanya dalam ayat lain.
a. Fitnah, Bermakna kekafiran
Terkadang makna fitnah adalah kekafiran atau kemusyrikan, seperti dalam friman Allah Ta’ala,
“Mereka
bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:
“Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)
Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar
(dosanya) di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya)
daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai
mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran),
seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari
agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya” (Al Baqarah: 217)
“Dan
perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari
memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap
orang-orang yang zalim” (Al Baqarah: 193)
Kata
fitnah disini menurut para ulama Ahli tafsir adalah ‘kekafiran’ atau
‘kemusyrikan’. Yakni bahwa mereka itu menyebarkan kekafiran. Sementara
sebagian kaum muslimin –karena belum diberitahu oleh Nabi shalallahu
‘alaihi wassalam-, melakukan kekeliruan dengan memerangi kaum musyrik di
bulan suci. Perbuatan mereka itu keliru, dalam arti tidak pantas. Tapi
kekafiran kaum musyrik itu lebig besar bahayanya daripada kekeliruan
berperang di bulan suci. Itulah makna yang jelas dari ayat tersebut.
Tapi
semenjak dahulu, umumnya para juru dakwah di tanah air, saat
menyampaikan ayat ini, tidak menjelaskan kata fitnah dalam ayat.
Sehingga kebanyakan masyarakat Islam mengidentikkan makna fitnah
tersebut. Seperti dalam kosakata bahasa kita, yaitu menuduh tanpa bukti.
Akhrinya tersebarlah makna,”fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan”,
yakni bahwa menuduh orang tanpa bukti. Lebih besar dosanya daripada
membunuh!
Ini jelas salah kaprah. Dan karena kasu-kasus seperti ini, saya sering menyampaikan pesan kepada juru
dakwah, agar berhati-hati dalam menyampaikan kata-kata bahasa Arab
dalam dakwah, tanpa diterjemahkan. Karena khawatir akan timbul
kesalahpahaman atau ketidakmengertian di kalangan para pendengar dakwah,
yang umumnya adalah masyarakat awam yang tidak mengerti bahasa Arab.
b. Fitnah, bermakna Musibah/Bencana
“Apbila
datang kepada kalian seorang pemuda yang kalian sukai agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah dia dengan putri kalian. Kalau tidak, akan
terjadi fitnah (bencana) dan kerusakan yang besar di muka bumi.”
Bila
seorang juru dakwah mengatakan, “Nikahkanlah putri Anda dengan pemuda
shalih dan berakhlak baik, agar tidak terjadi fitnah.” Artinya tidak
terjadi bencana dan kerusakan.
c. Fitnah, bermakna Konflik
“Dia-lah
yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya
ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang
lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian
ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya
melainkan Allah…” (Ali Imran: 7)
Ada
diantara sebagian orang Islam yang mendewakan rasio, di mana mereka
gemar mencari penafsiran ayat melalui logika, sehingga melenceng dari
tafsir yang sesungguhnya. Tujuan mereka semata-mata menyebar fitnah,
yakni mencari konflik dan perselisihan dengan sesama muslim.
d. Fitnah, bermakna Kedustaan (Kericuhan)
“Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: “Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah” (Al An’am: 23)
Fitnah
yang dimaksud dalam ayat ini adalah ucapan mereka yang berlumur
kedustaan, untuk membela diri mereka di hadapan Allah. Padahal Allah
mengetahui hakikat mereka, dan apa yang tersembunyi dalam hati mereka.
e. Fitnah, bermakna Kebinasaan
“Di
antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak
pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam
fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah . Dan
sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir” (At Taubah: 49)
Yakni
bahwa kaum munafik di masa Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam akan
membawa kepada kebinasaan semata. Padahal. Sesungguhnya mereka sudah
berada dalam kebinasaan itu sendiri. Yakni dalam kemunafikan, yang akan
membinasakan diri mereka di akhirat kelak, dalam kerak nerka jahannam.
f. Fitnah, bermakna Korban Kezhaliman
“Lalu
mereka berkata: “Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami.
janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim”
(Ynus: 85)
Yakni
doa kaum beriman, agar mereka tidak dijadikan sebagai fitnah, dalam
arti sasaran kazhaliman, kesewenang-wenangan orang-orang yang suka
berbuat zhalim. Sebagaimana doa yang dianjurkan oleh Rasulullah
shalallahu’alaihi wassalam,
“Ya
Allah, janganlah Engkau beri kekuasaan orang-orang yang tidak takut
kepada-Mu dan tidak menyayangi kami, untuk menzhalimi kami, akibat
dosa-dosa kami…”
g. Fitnah, bermakna “Gangguan”
“Dan
di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”,
maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap
fitnah manusia itu sebagai azab Allah . Dan sungguh jika datang
pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami
adalah besertamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam
dada semua manusia?” (Al Ankabut: 10)
Dalam ayat ini, kata fitnah berarti ganguan. Fitnah mereka, yaitu gangguan atau sikap usil mereka.
h. Fitnah, bermakna Godaan
Ini
termasuk makna fitnah yang paling sering digunakan dalam bahasa
syariat. Fitnah kaum wanita, yakni godaan mereka. Seperti diperingatkan
oleh Nabi shalallahu’alaihi wassalam,
“Peliharalah
diri kalian dari bahaya dunia dan wanita. Karena fitrah (bencana) yang
pertama kali menimpa Bani Israil adalh wanita.” (HR muslim)
Dalam hadits, Nabi juga menegaskan bahwa godaan (fitnah) terberat bagi kaum lelaki adalah wanita.
Yakni
bahwa wanita secara fitrah memang memiliki aurat yang menggoda kaum
pria. Oleh sebab itu, Islam memerintahkan kaum wanita muslimah agar
mengenakan hijab yang menutupi sekujur auratnya, agar setidaknya dapat
meminimalisir aura fitnah atau godaan yang memancar dari dirinya.
disunting dari : http://kaspo.wordpress.com/2008/06/25/apa-itu-fitnah/
Langganan:
Postingan (Atom)